Kamitua Pustaka, Tokoh & Penulis ----- Hidup terus berlanjut meski usia telah menutup. Seperti kata yang jatuh pada sebuah lembar kehidupan, cerita teruntai menjadi alasan mengapa hidup adalah satu-satunya kewajiban. Ketika perpisahan datang, maka yang menjadi pengingat adalah kata-kata yang pernah ditinggalkan.
Indonesia lagi-lagi harus kehilangan salah satu tokoh dalam dunia sastra. Hamsad Rangkuti yang dikenal sebagai maestro cerpen harus berpulang ke haribaan Tuhan yang Maha Esa. Segala cerita yang telah dituangkan dan banyak menginspirasi orang-orang tertinggal dalam lamunan-lamunan, meski demikian perjuangannya selama ini mengajarkan kita satu hal bahwa hidup adalah dengan terus berharap dan mencoba.
Seperti yang dilakukannya. Melawan penyakit yang dideritanya selama bertahun-tahun. Pria kelahiran Titikuning, Sumatera Utara, 07 Mei 1943 tersebut telah mengalami banyak hal dan juga memberikan sumbangan hidup besar pada perkembangan sastra Indonesia. Jika dilihat dari tahun lahirnya, beliau tentu garam kehidupan menjadi alasan tersendiri mengapa beliau mampu melahirkan karya yang begitu masyhur.
Hamsad Rangkuti atau yang bernama asli Hasyim Rangkuti adalah penulis senior yang menciptakan karya cerpen. Karya-karya yang dihasilkan antara lain:
Bibir dalam Pispot (2003)
Sampah Bulan Desember (2000)
Lukisan Perkawinan (1982)
Cemara (1982)
Ketika Lampu Berwarna Merah (1981) sebuah novel yang mendapatkan hadiah harapan dalam Sayembara Menulis Novel Dewan Kesenian Jakarta.
Seperti kebanyakan penulis dan pengarang lainnya, Hamsad Rangkuti tidak hanya menulis dalam bentuk cerpen, beliau juga menulis karangan puisi yang semua isinya diambil dari kehidupan sehari-hari.
Tulisan yang dihasilkan oleh Hamsad Rangkuti tidak sepenuhnya memuat kebenaran (baca: fiksi), kata-kata diuraikan dengan sangat baik dan hampir sempurna. Oleh karenanya setiap karya yang dihasilkannya mampu memberikan pandangan baru dan manfaat baru.
Karya fiksi yang dimaksud bukan dalam artian ingin mengelabui melainkan memberikan kita semua pengertian bahwa apa yang di sekitar kita mampu menjadi alasan kuat mengapa hidup "tentang berjuang". Seperti halnya perjuangan yang dilakukan selama bertahun-tahun melawan penyakit yang dideritanya.
Pesan-pesan yang ingin disampaikan dalam setiap tulisannya adalah salah satu cara bagaimana kegelisahan disampaikan, tentang negeri ini, tentang kehidupan yang dijalani, dan tentang segala problem yang banyak dihadapi orang-orang. Salah satunya adalah cerpen yang ditulis pada tahun 1959 Sebuah Nyanyian di Rambung Tua.
Sebuah Nyanyian di Rambung Tua adalah refleksi yang lahir dari kehidupan sehari-harinya. Lahirnya tulisan ini didasari oleh satu faktor, yaitu kehidupan seorang buruh penyadap getah. Selain itu juga, menurut saya pribadi alasan mengapa beliau membuat tulisan ini adalah sebagai upaya untuk mengingat bahwa hidup orang-orang kalangan bawah merupakan kesulitan tersendiri.
Banyak dari kawan, teman, kolega, dan sahabat-sahabatnya yang berduka. Orang-orang terdekatnya dan setiap yang mengenal beliau pasti memiliki duka yang sama.
Kepulangannya adalah alasan mengapa ceritanya akan terus abadi dan dikenang, menjadi pegangan bagi penggiat sastra yang lain. Setiap tulisan yang dibuatnya adalah hasil dari buah pikir untuk menyampaikan sesuatu tentang kenyataan, keinginannya untuk memberitahu bahwa masih banyak orang-orang di sekitar kita yang kekurangan.
Keabadian akan terus terpatri dalam setiap tulisan yang pernah dibuatnya, bahkan sampai saat ini ketika meninggal pun beliau masih meninggalkan sebuah cerita pendek, berseri, dan cerita-cerita lainnya. Imajinasi dan lamunan yang menjadi satu-satunya alat untuk mengekspresikan kegalauannya, telah tertidur dan abadi. Kini yang tersisa dari beliau adalah cerita-cerita yang akan terus digaungkan.
Kepulangannya bukanlah meninggalkan cerita dalam lamunan melainkan melahirkan cerita itu sendiri. Mengapa demikian? karena, cerita yang ditulis oleh beliau dari awal karirnya menjadi bukti bahwa sebenarnya beliau telah membuat ceritanya sendiri sepanjang waktu. Lamunannya hanyalah sebuah metode sedangkan pemikiran dan penglihatannya menjadi cara bagaimana lamunan itu diolah. Jika kita bilang beliau meninggalkan cerita lamunannya maka itu adalah sebuah kekeliruan.
Ceritanya masih akan tetap ada, karena selama tulisan-tulisannya bertebaran di toko buku dan dibaca orang-orang, di situlah beliau hidup.
Disclaimer: Artikel ini petama kali tayang di Parameteris dengan judul "Hamsad Rangkuti: Pergi Menemui Tuhan".
Comments