top of page
Writer's pictureKamitua Pustaka

Chairil Anwar, Bagimu Negeri Menyediakan Api

Kamitua Pustaka, Buku Bacaan ----- Chairil Anwar dalam hidupnya seperti digambarkan pada dua buah puisi di bawah, merupakan orang yang bercita-cita tinggi dan gencar memproklamirkan kemerdekaan. Dengan puisi-puisinya dia membuat perlawanan.


Kepiawaiannya meracik kata-kata menjadikannya sebagai angkatan 45 yang berpengaruh dan menjadi ikon pembaharu dalam sastra Indonesia juga menjadi penyair yang mampu mendobrak dan mengubah perspektif kesusastraan Indonesia dari angkatan sebelumnya.


Ini barisan tak bergenderang-berpalu / Kepercayaan tanda menyerbu. / Sekali berarti / Sudah itu mati. / MAJU / Bagimu Negeri / Menyediakan api. ----- Kutipan Puisi "Diponegoro."


Membaca buku ini seakan-akan kita diajak untuk menelusuri sepakterjang kehidupan penyair yang terkenal karena puisi "Aku", di mana oleh banyak kerabat dan sahabatnya juga disebut sebagai sosok yang tidak suka terikat; orang yang bebas.

Seorang pahlawan tak harus selalu diangkat dari kalangan militer. Tidak pula wajib dimunculkan dari kaum politikus. Dia bisa juga datang dari sosok bohemian yang hidupnya di jalanan (Hal, 2).

Pendekatan jurnalistik yang dipakai oleh Majalah Tempo ini memberikan gambaran jelas, mulai dari kehidupan sampai perjuangannya dalam meraih kemerdekaan. Meski bukanlah buku sejarah, buku ini tergolong sebagai buku bagus karena menyajikan ragam kehidupan dan orang-orang yang ikut andil dalam kesusksesan Chairil.


Berlari / Hingga hilang pedih perih / Dan akan lebih tidak peduli / Aku mau hidup seribu tahun lagi. ----- Kutipan Puisi "Aku".


Selain itu, dengan buku ini kita akan menyadari bahwa masih banyak hal yang belum kita ketahui tentang Chairil, maka besar harapan setelah membaca buku ini orang-orang mulai menelusuri lebih jauh seperti apa Chairil dan kehidupannya sehingga pemahaman tidak terbatas pada satu kesimpulan.


Terakhir, buku ini direkomendasikan bagi mereka yang ingin mempelajari sejarah kesusastraan Indonesia meski tidak terbatas pada sastra melainkan juga pada bagaimana kemerdekaan negeri ini diraih dan pengorbanan yang dilakukan orang-orang terdahulu sehingga kita bisa menjadi satu kesatuan yang Bhinneka Tunggal Ika.


Hari ini, sudah 100 tahun lebih Chairil Anwar meninggalkan kita dan karya-karya masih tetap hidup. Ia terus menyalakan api, dan bukan sekali berarti, melainkan berkali-kali.


Disclaimer: Artikel ini ditulis oleh Achmad Fauzy Hawi dan dimuat pertama kali di laman blog Parameteris dengan judul "Review Buku: Hidup Seribu Tahun Lagi".

Recent Posts

See All

Comments


bottom of page